Rabu, 04 Januari 2017

Profil Singkat Leicester City FC

Kali ini aku mau share sedikit tentang salah satu klub sepakbola liga inggris leicester city yang musim lalu bikin heboh dan mengejutkan dunia sepakbola setelah meraih gelar juara Premier League dan menyingkirkan tim kuat seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, Liverpool, dan Tottenham Hotspurs.


                                      Nama Lengkap : Leicester City Football Club
                                      Julukan             : The Foxes, The Filberts, The Blues
                                      Didirikan          : 1884 (sebagai Leicester Fosse)
                                      Stadion             : King Power Stadium (kapasitas 32.262)
                                      Liga                  : Liga Utama Inggris (Premier League)

Leicester City F.C. adalah sebuah tim sepak bola Inggris berbasis di Leicester. Leicester Dikenal juga dengan sebutan The Foxes. Klub ini memainkan pertandingan kandangnya di Stadion King Power yang berkapsitas 32.262 penonton.  Klub ini kini berlaga di Liga Utama Inggris. Tim ini didirikan tahun 1884, dengan nama klub Leicester Fosse, yang kemudian pada tahun 1919 diganti dengan Leicester City. Leicester berpindah ke Filber Street pada tahun 1891 dan sempat bermain selama 111 tahun, Pada Tahun 2013, Stadion Walker diubah menjadi Stadion King Power setelah pergantian kepemilikan,.

Berikut adalah kisah mereka sejak dimulainya era Premier League:


Masa Baik 1996/1997 - 2000/2001
Emile Heskey muda akhirnya menjejakkan kaki di Premier League, bersama dua pemain senior Steve Claridge dan Tony Cotte. Leicester yang ditangani Martin O'Neil, mengalami empat tahun yang cukup baik sebagai tim papan tengah.


Mereka finis di antara posisi sembilan dan 13, termasuk dua kali memenangi Piala Liga, memberi mereka tiket ke kompetisi yang dulu bernama UEFA Cup (kini Liga Europa). Emile Heskey kini dikenal sebagai salah satu striker Liverpool, namun debut profesionalnya dimulai dari Leicester.



Heskey adalah produk akademi Leicester City, yang naik ke tim utama pada 1995. Sukses bersama Leicester, Liverpool membelinya dengan nilai transfer £11 juta pada 2000, dan memecahkan rekor transfer. Jadi kisah striker hebat di Leicester, seperti Jamie Vardy saat ini, bukan pertama kalinya.




Masa Buruk 2001/2002 - 2006/2007



Setelah ditinggal Heskey, musim 2001/2002 menjadi bencana bagi Leicester. Mereka finis di posisi terakhir, terlempar ke Divisi Satu (kini Championship). Mereka hanya memenangi lima pertandingan di sepanjang musim, kalah 20 kali dan hanya mencetak 30 gol.



Empat manajer datang dan pergi selama satu tahun yang penuh bencana. Micky Adams membawa Leicester finis sebagai runner up Divisi Satu, dan mendapat promosi lagi ke Premier League pada musim 2003/2004.


Namun, bencana belum berakhir, the Foxes hanya finis di posisi 18 dan kembali lagi ke Championship. Micky Adams dipecat. Selama tiga musim selanjutnya, Leicester terpuruk dengan hanya finis di posisi 15 (2004/2005), 16 (2005/2006), dan 19 (2006/2007) di kasta kedua liga Inggris itu.


Masa Terburuk 2007/2008



Setelah tiga musim tertahan di Championship, suporter tidak mengira ada bencana lebih buruk yang bisa terjadi. Mereka hanya menang 12 kali dari 46 pertandingan di musim 2007/2008, sehingga harus turun lagi ke kasta ketiga, League One.


Membangun Kembali 2008/2009 - 2014/2015

Gol tidak menjadi masalah bagi Leicester, saat memulai kehidupan di kasta ketiga sepakbola Inggris. Di bawah penanganan Nigel Pearson, the Foxes mencetak 84 gol, dan hanya kalah empat dari 46 pertandingan untuk memenangi League One. Mereka pun kembali ke Championship.


Kembalinya Leicester, disertai performa yang cukup kuat. Mereka finis posisi lima di musim 2009/2010, tapi kembali turun ke posisi 10 lalu sembilan di dua musim berikutnya. Musim 2012/2013 Leicester finis di posisi enam, tapi gagal dalam play-off untuk promosi ke Premier League.



Musim 2013/2014 jadi awal kebangkitan Leicester. Mereka memenangi 31 pertandingan dan menjadi juara Championship, lalu kembali ke Premier League. Performa cukup kuat, seolah menjelaskan dari mana kekuatan pemain-pemain bagus Leicester, yang tidak populer sekarang ini.



Tapi, di musim pertama mereka kembali ke Premier League, setelah satu dekade berjuang di level bawah, berjalan tidak mulus. Mereka hampir kembali terjerumus ke Championsip, walau akhirnya mampu bertahan, dengan susah payah finis di posisi 14 pada akhir musim.




Musim Fantastis 2015/2016

Jelang musim 2015-2016, Leicester membuat kejutan dengan mendatangkan mantan pelatih Chelsea, Claudio Ranieri. Di awal musim, Ranieri dengan tegas mengatakan timnya mempunyai target untuk meraih 40 poin di akhir musim. Menurutnya, itulah poin yang dibutuhkan agar tidak terdegradasi.


Dengan target yang bisa dikatakan sederhana dibanding tim-tim lain, Leicester mampu memulai musim dengan baik dan terlihat tanpa tekanan. Di laga pertama musim, The Foxes menaklukkan Sunderland dengan skor 4-2, dua gol di antaranya dicetak Riyad Mahrez. Performa yang ditunjukkan Leicester saat itu dinilai sebagai salah satu performa terbaik dan menjanjikan.
Penampilan apik pasukan Ranieri rupanya berlanjut hingga beberapa pekan setelahnya. Dalam sembilan laga pertama, Leicester hanya sekali mengalami kekalahan. Pizza disebut-sebut sebagai salah satu sumber motivasi Mahrez dan kawan-kawan. Ranieri diketahui pernah berjanji akan membelikan pizza untuk seluruh pemain apabila mampu tampil lebih baik, terutama pada lini belakang. Hasilnya, lini pertahanan Leicester tampil memuaskan.

Pada November 2015, Jamie Vardy menjadi bintang yang tengah bersinar di Premier League usai selalu mencetak gol pada 11 laga beruntun. Penampilan apik yang ditunjukkan Vardy secara tak terduga mampu membawa The Foxes memimpin klasemen sementara di awal 2016. Puncak klasemen pun menjadi kado tahun baru Leicester.
Rentetan kemenangan yang diraih bukan berarti membuat Leicester tak pernah sekali pun mengalami kekalahan. Kekalahan 1-2 dari Arsenal di Februari 2016 sempat diyakini akan menjadi akhir dari mimpi indah Leicester. Namun kenyataannya, The Foxes malah mampu memenangkan empat laga dari lima laga setelahnya, yang mana satu laga sisanya berakhir imbang.

Kemenangan 2-0 atas Sunderland pada April 2016 semakin membangkitkan motivasi dan keyakinan perjalanan indah di Premier League 2015-2016 bukan hanya sekadar mimpi.Keyakinan para fans bahwa Leicester bisa menjadi juara mulai semakin berkembangBenar saja, usai ditahan 2-2 oleh West Ham United di laga setelah kontra Sunderland, Leicester menggila dengan menghancurkan Swansea 4-0. Kemenangan atas The Swans membuat The Foxes hanya butuh satu kemenangan lagi untuk bisa menjuarai Premier League, mengingat jarak poin yang ada dengan Spurs di posisi kedua.

Kekhawatiran sempat melanda skuad Leicester ketika hanya mampu meraih hasil imbang kontra Manchester United. Sebab jika Spurs, yang saat itu akan bertanding melawan Chelsea, bisa meraih kemenangan, maka Leicester masih harus bersaing kuat hingga akhir musim untuk memastikan gelar juara.

Namun, lagi-lagi dewi fortuna berpihak kepada Vardy dan kawan-kawan. The Lilywhites gagal meraih kemenangan atas The Blues dan hanya meraih hasil 2-2. Alhasil, hasil imbang tersebut membuat Leicester dipastikan menjuarai Premier League 2015-2016 dengan dua laga tersisa.
Leicester pun akhirnya membuktikan, perjalanan luar biasa sepanjang musim 2015-2016 bukan hanya sekadar mimpi indah yang akan berakhir di tengah musim. Kerja keras dan konsistensi yang ditunjukkan sepanjang musim terbukti jauh lebih berarti untuk menjadi juara, ketimbang sekadar gelontoran uang yang dihabiskan banyak klub besar untuk membeli banyak pemain di bursa transfer.

Musim 2016/2017

Memasuki musim baru dengan status juara bertahan, Leicester City malah terlihat tak menggebrak seperti yang mereka lakukan di musim sebelumnya. Musim lalu, Jamie Vardy dan kawan-kawan tampil di luar ekspektasi banyak orang. Mereka mampu keluar sebagai juara di saat Liga Inggris 2015-2016 masih menyisakan dua laga. Namun, apa yang terjadi musim lalu tak terlihat lagi pada musim ini. Sejauh musim 2016-2017 berjalan, Leicester baru mengumpulkan 21 angka dari 20 laga dan terancam masuk zona degradasi. Meskipun musim ini belum usai, kita lihat saja aksi leicester city selanjutnya sampai akhir musim apakah mampu mempertahankan gelar juara atau malah harus terdegradasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Telah Berkunjung Ke Blog Saya, Silahkan Berkomentar Dengan Sopan